Privatisasi
Privatisasi (istilah lain: denasionalisasi) adalah proses pengalihan kepemilikan dari milik umum menjadi milik pribadi . Lawan dari privatisasi adalah nasionalisasi.
Privatisasi sering diasosiasikan dengan perusahaan berorientasi jasa atau industri, seperti pertambangan, manufaktur atau energi, meski dapat pula diterapkan pada aset apa saja, seperti tanah
, jalan, atau bahkan air.
Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas,  mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap  akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya,  para sosialis  menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan  layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan  kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat  penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan  profit.
Privatisasi Air di Indonesia
Salah satu contoh privatisasi air menguntungkan bagi MNC adalah  bagaimana Nestle (MNC asal Swiss) memanfaatkan air dari Danau Michigan  di Amerika. Selain berbisnis dairy product, Nestle adalah perusahaan  yang memiliki 68 buah perusahaan air botol. Dari bisnis air botol Danau  Michigan, Nestle memperoleh keuntungan sekitar US$ 1,8 juta per hari. Di  Indonesia, pada tahun 1997, sedikitnya 20 investor asing dan nasional  telah antri menanti untuk melakukan investasi di sektor penyediaan air  bersih di berbagai kota di Indonesia, dengan nilai total Rp 3,68  triliun. Diantara investor asing yang terlibat dan tertarik dalam bisnis  ini seperti Suez Lyonnaise Des Eaux (Perancis) dan Thames Water  (Inggris).
Prospek bisnis seperti disebut di atas adalah motivasi uatama  dilakukannya privatisasi air. Privatisasi air sebagai salah satu pangkal  permasalahan krisis air di Indonesia, bermuara pada pengesahan UU No.7  Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Dengan pemberlakuan undang-undang  ini, privatisasi sumberdaya air di Indonesia, baik oleh perusahaan  swasta dalam negeri maupun asing semakin marak terjadi. Sebelumnya,  berbagai pihak telah berupaya untuk membatalkan UU No 7 Tahun 2004  melalui uji materi pada Mahkamah Konstitusi.  Tetapi harapan itu kandas  karena MK menolak permohonan uji materi undang-undang tersebut.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, agenda privatisasi dengan  pengesahan UU No.7 Tahun 2004 didukung lembaga dunia, seperti BD, ADB,  dan IMF. UU No.7 Tahun 2004 membuka peluang sebesar-besarnya terhadap  privatisasi, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun perusahaan  swasta, termasuk MNC. Serangkaian strategi dan langkah sistematis dengan  melibatkan BD, ADB dan IMF gencar dilakukan untuk mendapatkan  penguasaan atas air. Privatisasi SDA dengan mudah dapat diperoleh hanya  dengan mengantongi izin pemerintah. Parahnya, praktek perizinan selama  ini diwarnai korupsi dan menyampingkan hak masyarakat.
Dengan UU No.7 Tahun 2004, penyerahan pengelolaan air kepada swasta  telah dimulai. Padahal, pada tahun 2002, Komite Hak Ekonomi Sosial dan  Budaya PBB telah menegaskan bahwa hak atas air tidak bisa dipisahkan  dari hak-hak asasi manusia lainnya. Dengan kata lain jaminan terhadap  hak atas air bagi masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah.  Ternyata rekomendasi PBB tersebut tidak berlaku di Indonesia.
Dampak Privatisasi Air di Indonesia
Privatisasi air antara lain menyebabkan hak masyarakat sekitar hutan  yang selama ini mengambil air dari sumber air di wilayahnya kian  terancam. Mereka harus rela membagi air yang selama turun temurun mereka  ambil secara gratis, yang kemudian dikuasai swasta. Bahkan, bukan tidak  mungkin, mereka pun harus membayar, tergantung pada kebijakan  pemerintah setempat. Fakta hari ini menunjukkan, pemerintah daerah kerap  mendongkrak pendapatan asli daerahnya (PAD) ketimbang kebutuhan  masyarakatnya. Dalam hal ini, semakin menunjukkan adanya legitimasi  pelanggaran HAM atas rakyat oleh negara.
Kebijakan privatisasi air membawa dampak menurunnya produktivitas  pertanian dan tidak terpenuhinya kebutuhan air bagi masyarakat.  Masyarakat pun menjadi sangat dirugikan karena harus membayar mahal  untuk memperoleh akses air bersih. Kerugian yang dialami tidak hanya  kerugian ekonomi, namun juga kerugian ekologis. Sebagai contoh,  privatisasi air menyebabkan lebih dari 9.000 KK di Serang  terancam  kekurangan air baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk lahan sawah  akibat dari pembangunan pembangunan pabrik air Danone seluas 100 hektar  sawah yang subur di Padaricang untuk kemudian dikonversi menjadi sumur  arthesis penghasil air. Akibat protes petani, maka kegiatan penyedotan  air dihentikan pada September 2008.
Contoh lainnya adalah mengeringnya beberapa daerah aliran sungai  (DAS). Dari 470 DAS di seluruh Indonesia, dengan luasan area 3 juta  hektar, pada 2008 sebanyak 64 DAS atau seluas 2,7 hektar berada dalam  kondisi sangat kritis. Diprediksi, angka ini terus meningkat setiap  tahun jika eksploitasi sumberdaya air terus berlangsung. Pada 1984,  hanya terdapat 22 DAS kritis dan super kritis; tahun 1992 meningkat  menjadi 29 DAS kritis; tahun 1994 menjadi 39 DAS kritis; tahun 1998  menjadi 42 DAS kritis; tahun 2000 menjadi 58 DAS kritis; tahun 2002  menjadi 60 DAS kritis dan tahun 2008 meningkat menjadi 64 DAS kritis.
Bagaimana dampak nyata dari penerapan UU No.7 Tahun 2004 dapat  ditelususri lebih lanjut pada dua sektor usaha kegiatan eksploitasi air  yang diprivatisasi, yakni 1) dalam bentuk usaha proses distribusi air,  dan 2) dalam bentuk usaha penyediaan air minum dalam kemasan (AMDK).  Usaha proses distribusi air umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan  air minum daerah (PDAM) milik daerah, sedangkan usaha AMDK dijalankan  tidak saja oleh perusahaan besar, termasuk MNC seperti Danone, tetapi  juga perusahaan-perusahaan kecil yang menyebar di seluruh Indonesia.
Komentar :
Menurut saya Privatisasi ini sangat Berdampak bagi sekalangan masyarakat khususnya masyarakat kalangan menengah ke bawah dan juga dalam bidang pertanian , karena hanya untuk mendapatkan air saja meraka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit di karenakan telah di Privatisasinya Air dan masyarakat harus membayar untuk mendapatkan air yang menjadi kebutuhan pokoknya sehari-hari.
Sumber :
> http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/menggugat-penjajahan-sumberdaya-air-dengan-modus-privatisasi.htm
> http://id.wikipedia.org/wiki/Privatisasi